Postingan

Liputan Dewa

Gambar
Rahasia umumlah  wartawan terima uang dari narasumber,  bisa karena  disogok,  uang transport  atau tips. Berita yang diselipin uang  biasanya terasa, wartawan yang baru kerja beberapa bulan juga bisa merasakan, seperti ada baunya. Tapi terima uang bukan hanya urusan tim lapangan, kordinator liputan, produser sampai pemimpin redaksi  sebelumnya juga  dari lapangan. Kelakuan dilapangan bisa saja terbawa sampai jabatan tertinggi di news room . Ilustrasi gambar: pininggapura.wordpress.com Ilustrasi Satu: Siapa yang nyuruh elo ngeliput ginian. Dikawal oleh pemimpin redaksi rapat rutin membahas  agenda  liputan untuk besok.  Saat rapat berlangsung,  jakarta  dilanda  hujan  deras, lalu diputuskan agenda besok adalah  banjir jakarta. Dibuatlah ploting untuk masing masing tim liputan.  Pada hari “H”  tim liputan sudah paham bahwa  isu hari ini tentang banjir, setiap wartawan dapat ploting liputan dari kordinatornya.  Hari itu ada tim liputan yang telepon humas parpol un

Media Online Kalah dari Media Sosial

Gambar
ilustrasi: laoblogger.com Jaman terus berubah, kebutuhannya berubah, cara melakukan sesuatu juga berubah. Ojek berkembang jadi ojek online atau ada yang mangkal tapi online. Perusahaan Internet Service provider juga  berubah menjadi Digital Service Provider. Dalam industri media koran,  Kompas melebarkan sayap ke media televisi dan media online. Stasiun televisi juga berubah menjadi network provider,  tapi belum. Dulu koran adalah media yang kuat, sekarang melemah. Saya ingat betapa kuatnya peran media koran, beritanya menjadi salah satu acuan dalam mengambil keputusan para elit. Selain medianya kuat wartawannya juga hebat, kemampuan menulis dan pengetahuan jurnalistiknya lebih mumpuni ketimbang wartawan media televisi tempat saya bekerja.  Para produser  media televisipun diduduki oleh para jagoan dari media cetak. Televisi terus memperbaiki diri, menganalisa ratting, menentukan jam tayang, merubah cara menyampikan berita. Bagaimana melalukan kombinasi antara audio visua

Wartawan dan Blogger

Gambar
Karena anak anak semakin perlu perhatian, istri saya memilih untuk berhenti bekerja. Kegiatan bloggingnya semakin aktif saat ia fulltime menjadi ibu rumah tangga. Sementara saya bekerja sebagai wartawan televisi. Saya dan istri: wartawan dan blogger Suatu ketika saya dimintai pendapat tentang blogg-nya. Terasa personal, ia berbagi pengalaman, pengetahuan dan ide. Soal perkembangan anak, style, kesehatan, masakan, macem macem. Layaknya orang berintraksi dengan lingkungan, tulisannya dibatasi oleh norma dan etika yang ia pahami. Fotografinya juga bagus, bukan dari segi teknis tapi kemampuan esensi fotografi-nya, dengan kamera pocket atau handphone ia menyampaikan pesan dengan bagus dan alami.    Ikut fitnes, lalu jadi artikel Wrtawan. Makan  siang setelah live report Kadang untuk membuat sebuah tulisan juga lumayan effort, misalnya dia mau menulis tema "rekreasi bersama keluarga", lalu dia minta ke saya untuk rekreasi bersama keluarga dihari m

Televisi Digital

Gambar
Selamat Datang Era Televisi Digital Indonesia memasuki era siaran televisi digital. Dari segi teknis saya ngga begitu paham seluk beluknya. Intinya penyebaran data televisi digital lebih banyak dibanding penyebaran data televisi analog seperti sekarang.  Satu frekuensi bisa dibagi dalam 6 sampai 8 chanel digital sehingga stasiun televisi menjadi bertambah banyak, penonton semakin banyak pilihan. Siaran digital hanya dapat diterima oleh pesawat televisi atau device berbasis digital, harganya lebih mahal dari rata rata pesawat televisi analog. Bisa juga pake pesawat televisi analog tapi perlu alat tambahan, intinya tambah biaya, ini masalah sementara. Jika ekosistimnya sudah berjalan, pada akhirnya orang akan beli juga layaknya kebutuhan kita terhadap mobile phone. Menurut saya menciptakan ekosistim digital adalah masalah utama tapi masalahnya kegedean buat dibahas.     Foto:OLX Persaingan antar stasiun semakin ketat. Sejauh mana televisi bisa menghibur, sejauh mana in

Televisi vs Internet

Gambar
Saya membatasi opini televisi versus internet ini dalam hal produksi berita. Saat pertama kali saya jadi wartawan pada tahun 2004. Saat itu koran saya anggap sebagai produk berita yang terkuat, ia sering menjadi refrensi sebuah berita, bahkan kadang refrensi kebenaran. Saya ingat saat mewawancarai seorang narasumber, seringkali ia mengutip sebuah informasi yang ia baca dikoran. Bahkan sebuah argumentasi dalam rapat di parlemen sering juga mengutip sebuah berita koran. Koran menjadi refrensi berbagai kalangan. Sifat koran sangat fleksibel, koran bisa dibawa, bisa disimpan, bisa ditunjukan, hebat!. Namun untuk urusan blow up televisi punya sifat unik, karena sifat audio visualnya, terutama berita peristiwa, ucapan kontroversi bahkan body language dan expresi , bisa bergema melalui televisi. Sebuah video jembatan roboh, statement narasumber, tersangka pelaku kriminal yang jalannya pincang karena peluru polisi, wajah tersangka kasus korupsi yang tersenyum tapi pahit sudah cukup menjel

Cinema Verite 2

Searching verite di internet bisanya masuk dalam pembahasan dokumenter, biasanya berisi sejarah, tentang Dziga Vertov , Robert Flaherty , John Griesson dan seterusnya. Sebelumnya saya pernah menulis tentang cinema verite, tulisan saya sebelumnya diakhiri dengan cinema verite hanyalah sebuah pendapat. Pendapat apa?…ya hanya pendapat tentang klasifikasi gaya atau cara bercerita melalui film. Lalu seperti apa contoh verite yang baik? Jangankan contoh yang baik, untuk menetapkan bahwa film ini atau itu adalah verite saja sudah banyak terjadi perbedaan pendapat. Melakukan klasifikasi terhadap karya dokumenter memang tidak mudah.  Saya yakin CCTV dengan durasi 30 menit tidak dianggap sebagai karya dokumenter, karena tidak terjadi eskplorasi sinematografi atau bahkan diklasifikasikan sebagai cinema verite (kebenaran) pun tidak bisa. Padahal gambar yang ditampilkan benar, jujur dan apa adanya. Tapi kalau kelebihan ekplorasi jadinya salah juga. Suatu hari seorang sutradara doku

Opini vs Fakta

Hakikatnya  wartawan melayani publik dengan informasi yang fakta dan benar. Kejadian dan narasumber berdasarkan fakta, data dan informasi benar. Selain fakta sebuah berita juga harus menarik, disampaikan dengan sistimatis, lengkap dengan 5w+1h-nya. Saya rasa bikin berita itu susah, syaratnya banyak ditambah lagi berita tidak boleh beropini apalagi memihak. Jadi wartawan itu susah. Melebar sedikit ke film dokumenter, tuntutannya sama, berdasarkan fakta tapi beda banyak.  Seorang tokoh film dokumenter bernama John Grierson mendefinikan film jenis ini dengan  "The creative treatment of actuality,  mungkin sampai saat ini masih menjadi acuan. Perlakuan kreatif terhadap fakta atau kreatif terhadap fakta atau menyuguhkan fakta dengan kreatif....ya pokoknya gitu deh. Dalan berita ada syarat harus menarik dam dokumenter ada semboyan perlakuan kreatif... yang begini kalau kelebihan bisa-bisa malah merubah isi berita.  ini pengalaman pribadi, goal-nya berita yang baik dan benar, gara